Part 2 dari cerita Kanopi Premium: Dari Warkop ke Website,
Hari-hari setelah pertemuan di Warkop Bang Ijal jadi terasa beda buat Dito. Biasanya, pagi cuma dia isi dengan beresin alat kerja, ngecek orderan, terus berangkat ke kamukasi. Tapi sekarang, ada tambahan rutinitas baru: mikirin nama usaha, konsep kamugo, dan ngubek-ngubek galeri HP nyari foto kerjaan lama yang layak di-upload.
Aris juga nggak kalah semangat. Dalam dua hari, dia udah bikin kamugo sederhana—gambar atap kanopi berwarna merah maroon, dengan font tegas bertuliskan Kanopi Premium. Nama itu mereka pilih karena terasa beda, nggak pasaran, dan cukup ‘mahal’ buat narik pasar rumah-rumah middle-up yang mulai rame di pinggiran Sidoarjo dan sekitarnya.
“Bro, kita udah punya akun IG. Aku juga bikinin bio-nya, lengkap sama link WA kamu,” kata Aris lewat voice note.
“Gokil. Upload aja pelan-pelan. Tiap hari satu konten, jangan langsung jebret semua,” jawab Dito sambil ngopi sore.
Mereka udah punya cukup stok dokumentasi. Walau hasilnya nggak sebagus foto-foto katalog profesional, tapi cukup jelas nunjukkin kualitas kerja mereka: rangka rapi, sambungan kuat, atap terpasang lurus, dan finishing bersih.
Hari keempat setelah akun IG tayang, DM pertama masuk.
📩 "Mas, bisa pasang kanopi galvalum ukuran 5x3? Daerah Sedati. Estimasi berapa?"
Dito langsung nge-screenshot dan kirim ke Aris.
“Ini, Ris. Order pertama?”
“Nah, gitu dong. Respon cepet. Aku bantu balesin pake template sopan tapi santai.”
Dalam lima menit, Aris udah ngetik balasan yang solid:
“Halo Kak, terima kasih sudah menghubungi Kanopi Premium. Untuk ukuran 5x3 dengan bahan galvalum dan atap alderon, estimasinya sekitar 3,2 jutaan, sudah termasuk ongkos pasang. Tapi biar akurat, boleh minta foto area pemasangan?”
Respons itu langsung disukai si calon klien. Dan benar aja, sepuluh menit kemudian foto terlampir dikirim—teras depan rumah tipe 36, dengan dua pilar coran yang udah disiapin.
“Fix, bro. Ini bisa jadi proyek perdana kita.”
“Siap. Kapan survei?”
“Besok pagi, kamu aja yang ke sana. Aku kirimkan format surveinya. Nanti kita ajak ngobrol, ambil trust-nya.”
Besok paginya, Dito datang ke kamukasi. Rumah sederhana tapi rapi, penghuninya sepasang suami istri muda yang kelihatan baru aja menikah. Si istri yang ramah menyambut, sementara suaminya telat pulang kerja shift malam.
“Kanopinya buat bikin teduh aja, Mas. Kalau hujan nggak nyiprat ke pintu,” kata si istri sambil nunjukin bagian yang mau ditutup atap.
Dito ngukur panjang, tinggi pilar, dan menyesuaikan posisi saluran air.
“Nanti saya kasih dua opsi ya, Bu. Mau yang atap alderon putih susu atau transparan biru. Keduanya bagus, tinggal selera.”
Setelah survei selesai, Dito ngasih salam dan jalan balik ke motor. Di perjalanan pulang, dia senyum-senyum sendiri. Bukan karena angin sepoi-sepoi, tapi karena rasanya ini titik awal dari semua yang dia impikan.
Sore harinya, mereka kirim penawaran resmi via WhatsApp. Aris udah nulis format sederhana: judul, deskripsi pekerjaan, bahan yang dipakai, estimasi harga, lama pengerjaan, dan DP awal.
Dua jam kemudian, klien bales:
📩 “Oke Mas. Saya setuju, yang atap putih aja. Saya transfer DP-nya malam ini ya.”
Dan benar. Jam 9 malam, notifikasi masuk ke rekening Dito: Rp1.500.000.
Itu uang DP pertama mereka.
Tapi seperti kata pepatah, “Ujian pertama datang setelah mimpi pertama.” Masalah pertama muncul keesokan harinya saat mereka cari bahan di toko langganan di Gedangan.
“Tinggal satu atap alderon putih ukuran enam meter, Dit. Kalau butuh tiga lembar, mesti nunggu pasokan minggu depan,” kata Mas Heri, pemilik toko.
Dito ngelirik Aris. “Gimana, Ris? Mau ganti ke transparan?”
“Nggak bisa. Klien udah setuju yang putih. Coba kamu kontak toko lain, Aku bantu search juga.”
Setelah dua jam muter-muter ke empat toko bahan bangunan, akhirnya mereka nemu stok di satu tempat, tapi harganya lebih mahal 20%. Dito geleng-geleng.
“Ini bikin untung kita makin tipis.”
“Gapapa. Yang penting kelar dulu. Yang penting pertama ini sukses. Uang bisa nyusul, reputasi nggak bisa ditunda,” jawab Aris, kalem.
Dua hari kemudian, mereka mulai pasang. Dito bawa satu tukang bantu bernama Udin, orang kampung juga, yang biasa kerja bareng dia. Aris datang buat dokumentasi—ambil video, foto before-after, dan ngobrol-ngobrol sebentar sama klien.
“Mas, saya puas banget. Rangkanya kuat, kelihatan rapi. Temen saya di Perum sebelah juga mau pasang lho, nanti saya kasih nomornya,” kata si istri sambil senyum.
Dito langsung nengok ke Aris dan angkat alis, ekspresi yang bisa diterjemahkan jadi, "Yes, domino effect bro!"
Setelah pemasangan selesai dan pelunasan masuk, mereka duduk berdua di warkop lagi. Nggak ada perayaan besar, cuma dua gelas kopi dan piring gorengan.
Tapi rasanya beda. Ini bukan sekadar selesai kerja. Ini tentang menyelesaikan bab pertama dari cerita besar mereka.
“Ris, kamu inget nggak, dulu Aku tuh sering curhat di sini. Ngerasa hidup Aku stagnan, kerja kayak nggak kemana-mana.”
“Inget. Tapi sekarang kamu udah bikin kemajuan besar.”
“Ini baru permulaan. Tapi Aku udah bisa ngerasain rasanya punya usaha sendiri. Walau kecil, tapi milik sendiri.”
Aris ngangguk. “Aku yakin, kalau kita jaga kualitas dan konsisten posting konten, job bakal datang rutin. Dan kalau udah jalan, kita bisa rekrut tim. Aku bisa fokus ke marketing, kamu tinggal koordinasi lapangan.”
“Dan mungkin… nanti kita bisa bikin workshop sendiri. Bikin tim tetap. Jadi nggak cuma pasang, tapi punya reputasi sebagai kanopi terbaik di Sidoarjo.”
Mereka saling tos.
Satu proyek kecil udah berhasil. Tapi tantangan besar masih banyak.
Akun IG mereka mulai dapet follower. Video pemasangan pertama yang di-post dapet ratusan views. Dan yang paling penting: ada tiga calon klien baru yang nanya-nanya harga.
Mimpi yang dulu cuma jadi obrolan pinggir warkop, sekarang udah mulai menjelma jadi kenyataan kecil yang bisa tumbuh.
Selama mereka mau terus belajar, terus jujur sama klien, dan tetap kompak, Dito yakin: Kanopi Premium bakal jadi usaha yang besar.
Tapi perjalanan masih panjang. Dan di depan, ada rintangan yang nggak mereka duga.
—
🔧 Bersambung ke Part 3 – “Persaingan Harga, Ancaman dari Tukang Lama”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar