Layanan Jasa Desain dan Pasang Kanopi Premium

Kanopi Premium: Dari Warkop ke Website - PART 1 – “Panggilan dari Seng Baja”

Pagi itu, matahari baru saja nongol dari balik atap rumah tetangga. Udara masih segar, meski suara knalpot motor sudah mulai nyaring berseliweran di gang kecil tempat Dito tinggal. Seperti biasa, Dito bangun lebih awal dari penghuni rumah lain. Bukan karena sok disiplin atau ikut-ikutan tren “bangun pagi biar rezeki nggak dipatok ayam”, tapi karena memang kerjaan dia sebagai tukang pasang kanopi baja ringan kadang nggak kenal waktu. Hari ini, katanya, ada pemasangan di daerah Waru, Sidoarjo.

Tapi pagi ini beda. Ada sesuatu yang bikin dada Dito sesak. Bukan karena masuk angin, tapi karena isi pikirannya yang makin hari makin penuh pertanyaan.

“Terus begini terus, ya, hidup Aku?” gumamnya sambil menuang air panas ke gelas kopi sachet.

Dito udah hampir 5 tahun kerja di lapangan. Mulai dari jadi kenek, nyambung-nyambungin rangka, ngangkat-ngangkat bahan, sampe sekarang dipercaya ngerjain proyek kecil sendirian. Kadang juga bawa dua orang bantu, kalau job-nya agak gede. Tapi satu hal yang selalu jadi bahan pikirannya adalah: sampai kapan dia kerja buat orang?

Bukan dia nggak bersyukur. Tapi ada bagian dari dirinya yang udah mulai gatal pengin nyobain punya usaha sendiri. Nyari job sendiri, pegang brand sendiri, dan pastinya: punya penghasilan yang lebih dari cukup buat kebutuhan sehari-hari, bukan cuma cukup buat “hidup seadanya”.

Waktu dia lagi ngopi dan ngebatin masa depan, HP-nya bunyi.

“Bro, bisa ketemu jam 2 sore? Ada yang pengin Aku omongin.”

Pesan itu datang dari Aris. Temen lama, dulu satu proyek bareng waktu pasang kanopi di proyek perumahan di Tropodo. Aris beda dari tukang kebanyakan. Meskipun tangannya kasar dan kulitnya legam karena panas matahari, pikirannya tajam. Dia pernah cerita kalau dia udah mulai belajar marketing digital, bikin landing page, bahkan ngulik-ngulik cara dapetin klien via Instagram.

Dito langsung jawab, “Oke, di mana?”

“Warkop Bang Ijal aja. Tempat biasa.”

Jam dua siang, Dito udah duduk di pojokan warkop. Angin siang nyelonong masuk lewat celah pintu terbuka. Bau gorengan dan kopi item jadi aromaterapi alami yang entah kenapa selalu bikin betah duduk berjam-jam.

Aris datang pakai motor yang sama kayak dulu—beat tua warna biru yang setia menemaninya naik turun proyek. Tapi Dito ngelihat satu hal yang beda: cara jalannya Aris sekarang lebih tegap. Ada semacam aura percaya diri yang nggak dia punya waktu mereka pertama kali kenal.

“Woy!” sapa Aris sambil duduk. “Nunggu lama?”

“Nggak. Baru aja duduk,” jawab Dito.

Mereka saling lempar kabar sebentar, ngomongin proyek terakhir yang dikerjakan, harga bahan yang makin menggila, dan tukang-tukang yang makin susah diatur.

Sampai akhirnya Aris buka pembicaraan yang dari tadi bikin dia penasaran.

“Bro, Aku sebenernya ngajak ketemuan karena Aku kepikiran satu hal.”

“Nah lho, apa tuh?”

“Aku pengin ngajak kamu usaha bareng.”

Dito diem sejenak. Usaha bareng? Otaknya langsung muter.

“Usaha apa maksud kamu?” tanya Dito sambil nyeruput kopi.

Aris nyender di kursi plastik, matanya ngelihat ke langit-langit warkop yang digantung lampu bohlam kuning.

“Kita buka jasa pemasangan kanopi sendiri. Bikin brand, kita promosiin sendiri lewat IG, WA bisnis, website, bahkan nanti kalau ada rezeki kita pasang iklan Google. kamu udah punya pengalaman lapangan, dan Aku belajar bagian pemasaran digital. Tinggal digabungin, jadi satu tim.”

Dito nahan napas sebentar. Gila. Ini kayak jawaban dari keresahan yang dia simpan selama ini. Tapi juga penuh tanda tanya.

“Aku nggak punya modal, Ris,” katanya jujur.

Aris ketawa pelan. “Aku juga. Tapi kita nggak harus langsung buka kantor. Aku udah riset. Yang penting kita punya nama usaha, kamugo, dan portofolio. Awal-awal bisa pake foto-foto kerjaan kita dulu. Mulai dari situ.”

“Terus, bahan-bahan, proyek pertama, gimana?”

“Kita ambil proyek kecil dulu. Bisa dari temen, kenalan, tetangga. Aku bisa bantu nyari lewat status WA atau promosi di grup FB. Waktu dapet order, DP dari klien bisa dipake buat beli bahan. Kita atur cash flow-nya.”

Dito mulai ngerasa semangatnya merangkak naik.

“Aku suka idenya, Ris. Tapi kenapa kamu ngajak Aku?”

Aris ngelihat Dito lama. “Karena kamu orang lapangan yang bisa dipercaya. Aku udah lihat cara kerja kamu. Nggak neko-neko, cepet tanggap, dan klien kamu puas. Aku butuh partner yang bisa jaga kualitas. Marketing bisa ngangkat kita, tapi kualitas yang bikin orang balik lagi atau rekomendasiin kita ke temennya.”

Dito nggak bisa nolak kamugika itu. Tapi di sisi lain, dia sadar bahwa ini bukan langkah kecil.

“Berarti kita mulai dari nol, ya?”

“Banget,” kata Aris sambil ngangkat gelas kopinya. “Tapi bukannya kamu pengin berubah? kamu sendiri yang sering bilang pengin punya usaha sendiri.”

Dito senyum kecil. “Aku mikir, ini mungkin momen yang udah lama Aku tunggu.”

“Exactly. Sekarang tinggal kamu siap atau nggak.”


Sore itu, dua tukang yang selama ini kerja di bawah nama orang lain, memutuskan buat bikin langkah besar. Di bawah lampu temaram warkop, mereka mulai nyusun rencana kecil yang bisa jadi pintu menuju hidup yang lebih baik.

Aris langsung buka HP-nya, nunjukin beberapa contoh desain kamugo yang dia buat iseng-iseng. Dito kaget karena ternyata Aris beneran serius.

“Nih, Aku udah nyiapin beberapa nama juga. Gimana kalau nama usahanya ‘KanopiKita.id’?”

Dito ketawa. “Nama startup banget, Ris. Tapi keren sih.”

“Justru itu. Aku pengin brand kita tampil beda. Nggak cuma kayak tukang panggilan biasa. Tapi yang keliatan profesional meskipun kita mulai dari nol.”

“Aku suka. Gimana kalau minggu depan kita mulai bikin akun IG-nya dulu? Trus upload dokumentasi kerjaan kita yang lama?”

“Setuju. Abis itu Aku bantu setting WA bisnis kamu. Kita bagi peran. kamu tetap di lapangan, Aku di backend dan komunikasi klien.”

Di antara hiruk-pikuk motor dan suara penggorengan bala-bala, lahirlah satu mimpi. Mimpi yang nggak besar-besar amat, tapi cukup buat bikin hidup lebih berharga. Dan yang lebih penting: mimpi itu akhirnya punya arah.

Bagi Dito, ini bukan sekadar soal nyari uang lebih. Tapi tentang nyari kendali atas hidup sendiri.

Dan meski masih banyak hal yang belum jelas—termasuk gimana dapetin klien pertama atau gimana caranya kalau alat-alat mereka rusak di tengah jalan—tapi satu hal pasti: mereka sudah mulai melangkah.

Dan langkah pertama itu selalu yang paling penting.


[Bersambung ke Part 2 – “Tantangan Pertama, Order Pertama”] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kanopi Jayasteel – Premium, Kuat, & Estetik
Spesialis desain & pemasangan kanopi premium untuk rumah, kantor, dan area komersial. Material berkualitas, desain custom, dan pemasangan rapi oleh tim profesional. Lindungi sekaligus percantik bangunan Anda dengan sentuhan elegan dari kami.